(Dari Kenabian sampai Dakwah Periode Makkah)
Segala puja dan puji bagi Allah SWT, zat penguasa seluruh alam jagat raya. Teriring pula salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Amin.
Makalah ini disusun sebagai tugas mata pelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas 5 Mina SD Islam Al-Azhar 27 Cibinong Bogor. Makalah ini berisi Sejarah (Sirah) nabi Muhammad SAW mulai masa kenabian sampai Dakwah Beliau menyebarkan Islam Periode Makkah, yakni sebelum beliau hijrah ke Madinah pada tanggal 22 Juli 622 M.
Sebagai seorang muslim hendaknya kita mengerti dan mengetahui sejarah nabi Muhammad SAW baik sebelum maupun sesudah beliau diangkat menjadi Rasul. Oleh karena itu makalah ini mencoba untuk mengingatkan kembali akan sejarah dan perjalanan nabi untuk selalu kita contoh dan kita teladani dalam kehidupan sehari-hari. Telah kita ketahui bersama bahwa umat islam pada saat sekarang ini lebih banyak mengenal figur-figur yang sebenarnya tidak pantas untuk di contoh dan ironisnya kebanyakan mereka sama sekali buta akan sejarah dan peri kehidupan Rosulullah Muhammad SAW
Oleh karena itu makalah ini mencoba untuk membuka, memaparkan tentang kehidupan nabi Muhammad SAW, dan mudah-mudahan dengan adanya makalah ini menambah rasa kecintaan kita pada nabi Muhammad SAW.
BAB I : Masa Kenabian
Mendekati usia 40 tahun, mulailah tumbuh pada diri Nabi saw kecenderungan untuk melakukan ‘uzlah (mengasingkan diri). Allah menumbuhkan pada dirinya rasa senang untuk melakukan ikhtila’ (menyendiri) di gua Hira’ (hira’ adalah nama sebuah gunung yang terletak di sebelah barat laut kota Mekkah). Ia menyendiri dan beribadah di gua tersebut selama beberapa malam. Kadang sampai sepuluh malam, kadang lebih dari itu, sampai satu bulan. Kemudian beliau kembali ke rumahnya sejenak hanya untuk mengambil bekal baru untuk melanjutkan Ikhtila’-nya di gua Hira’. Demikianlah Nabi saw terus melakukannya sampai turun wahyu kepadanya ketika beliau sedang melakukan ‘uzlah.
Gambar 1 : Gua Hira’, tempat wahyu pertama diturunkan
Pada usia 40 tahun, yang disebut oleh Al-Qur’an surat Al-Ahqaf (46) ayat 15 sebagai usia kesempurnaan, Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi dan Rasul ditandai dengan turunnya wahyu pertama Iqra' bismi Rabbik (Al-Qur’an Surat Al-Alaq (96) ayat 1-5).
Artinya :
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan (1) Dia telah Menciptakan manusia dari segumpal darah(2) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah(3) Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. (4) Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya(5)”
Imam Bukhari meriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha. yang menceritakan bagaimana turunnya permulaan wahyu, ia berkata :
„ Wahyu pertama diterima oleh Rasulullah saw dimulai dengan suatu mimpi yang benar. Dalam mimpi itu beliau melihat cahaya terang laksana fajar menyingsing di pagi hari. Kemudian beliau digemarkan (oleh Allah) untuk melakukan khalwah (‘uzlah). Beliau melakukan khalwat di gua Hira’ melakukan ibadah selama beberapa malam, kemudian pulang kepada keluarganya (Khadijah) untuk mengambil bekal. Demikianlah berulang kali hingga suatu sat beliau dikejutkan dengan datangnya kebenaran di dalam gua Hira’. Pada suatu hari datanglah Malaikat lalu berkata ,“ Bacalah“. Beliau menjawab,“ Aku tidak dapat membaca.“ Rasulullah saw menceritakan lebih lanjut, Malaikat itu lalu mendekati aku dan memelukku sehingga aku merasa lemah sekali, kemudian aku dilepaskan. Ia berkata lagi, „Bacalah“ Aku menjawab ,“Aku tidak dapat membaca“ . Ia mendekati aku lagi dan mendekapku, sehingga aku merasa tidak berdaya sama sekali, kemudian aku dilepaskan. Ia berkata lagi,“ Bacalah“ Aku menjawab,“ Aku tidak dapat membaca.“ Untuk yang ketiga kalinya ia mendekati aku dan memelukku hingga aku merasa lemas, kemudian aku dilepaskan. Selanjutnya ia berkata lagi,“Bacalah dengan nama Rabb-mu yang telah menciptakan .. menciptakan manusia dari segumpal darah...“ dan seterusnya.
Rasulullah saw segera pulang dalam keadaan gemetar sekujur badannya menemui Khadijah lalu berkata ,“ Selimutilah aku ... selimutilah aku ..“ Kemudian beliau diselimuti hingga hilang rasa takutnya. Setelah itu beliau berkata kepada Khadijah, “Hai Khadijah, tahukah engkau mengapa aku tadi begitu ?“ Lalu beliau menceritakan apa yang baru dialaminya. Selanjutnya beliau berkata : „Aku sesungguhnya khawatir terhadap diriku (dari gangguan makhluk jin ) Siti Khadijah menjawab : Tidak! Bergembiralah ! Demi Allah sesungguhnya tidak akan membuat anda kecewa. Anda seorang yang suka menyambung tali keluarga, selalu menolong orang yang susah, menghormati tamu dan membela orang yang berdiri di atas kebenaran.
Beberapa saat kemudian Khadijah mengajak Rasulullah saw pergi menemui Waraqah bin Naufal, salah seroang anak paman Siti Khadijah. Di masa jahiliyah ia memeluk agama Nasrani. Ia dapat menulis huruf Ibrani, bahkan pernah menulis bagian-bagian dari Injil dalam bahasa Ibrani. Ia seorang yang sudah lanjut usia dan telah kehilangan penghilatannya.
Kepadanya Khadijah berkata :
„Wahai anak pamanku, dengarkanlah apa yang hendak dikatakan oleh anak- lelaki saudaramu (yakni Muhammad saw )“. Waraqah bertanya kepada Muhammad saw, “Hai anak saudaraku, ada apakah gerangan ?“ Rasulullah saw , kemudian menceritakan apa yang dilihat dan dialami di dalam gua Hira’. Setelah mendengar keterangan Rasulullah saw Waraqah berkata :“ Itu adalah Malaikat yang pernah diutus Allah kepada Musa. Alangkah bahagianya seandainya aku masih muda perkasa ! Alangkah gembiranya seandainya aku masih hidup tatkala kamu diusir oleh kaummu! Rasulullah saw bertanya,“ Apakah mereka akan mengusir aku?“ Waraqah menjawab ,“Ya“ Tak seorangpun yang datang membawa seperti yang kamu bawa kecuali akan diperangi. Seandainya kelak aku masih hidup dan mengalami hari yang akan kamu hadapi itu, pasti kamu kubantu sekuat tenagaku.“
Tidak lama kemudian Waraqah meninggal dunia, dan untuk beberapa waktu lamanya Rasulullah saw tidak menerima wahyu.
Terjadi perselisihan tentang berapa lama wahyu tersebut terhenti. Ada yang mengatakan tiga tahun, dan ada pula yang mengatakan kurang dari itu. Pendapat yang lebih kuat ialah apa yang diriwayatkan oleh Baihaqi, bahwa masa terhentinya wahyu tersebut selama enam bulan.
Tentang kedatangan Jibril yang kedua, Baihaqi meriwayatkan sebuah riwayat dari Jabir bin Abdillah, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah saw berbicara tentang terhentinya wahyu. Beliau berkata kepadaku:“ Di saat aku sedang berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara dari langit. Ketika kepada kuangkat, ternyata Malaikat yang datang kepadaku di gua Hira’“, kulihat sedang duduk di kursi antara langit dan bumi. Aku segera pulang menemui istriku dan kukakatan kepadanya,“ Selimutilah aku , selimutilah aku ....selimutilah aku ....! Sehubungan dengan itu Allah kemudian berfirman :“ Hai orang yang berselimut, bangunlah dan beri peringatan. Agungkanlah Rabb-mu , sucikanlah pakaianmu, dan jauhilah perbuatan dosa ....“ (Al-Qur’an Surat Al-Muddatsir)
Sejak itu wahyu mulai diturunkan secara kontinyu.
BAB II : Dakwah Nabi Muhammad SAW di Makkah
Berkembangnya agama Islam sampai ke seluruh pelosok dunia seperti sekarang ini bukan berarti tanpa perjuangan keras dan banyak pengorbanan. Semua itu dimulai dari dakwah Nabi Muhammad saw sejak beliau menerima wahyu pertama di kota Mekah, tepatnya di Gua Hira. Sejak peristiwa itu Muhammad bin Abdullah telah dikukuhkan sebagai Rasulullah yang terakhir dan selanjutnya berkewajiban untuk menyebarkan dakwah islamiyah kepada seluruh umat manusia.
Proses dakwah yang pertama dilakukan di kota kelahirannya Mekah, dakwah ini berlangsung selama 13 tahun. Perjalanan dakwah di Mekah sarat dengan tantangan dan hambatan dari berbagai kalangan, mulai dari orang-orang kafir Quraisy, bahkan dari keluarga beliau sendiri yang ingkar terhadap Islam.
Secara garis besar, dakwah periode Mekah ini terbagai menjadi dua tahap.
1. Tahap dakwah secara rahasia/sembunyi-sembunyi berlangsung 3 tahun.
2. Tahap terang-terangan kepada penduduk kota Mekah, belangsung sejak tahun keempat dari kenabian sampai akhir tahun ke-13.
A. Dakwah secara sembunyi-sembunyi
Setelah menerima wahyu pertama surat al-'Alaq ayat 1-5. Rasulullah saw merasa ketakutan dan bingung atas peristiwa yang baru saja dialaminya.
Setelah beberapa lama maka turunlah wahyu kedua dalam surat Al-Qur’an Surat Al-Mudatsir(74) ayat 1-7.
Artinya:
"Wahai orang yang berselimut, bangunlah lalu berilah peringatan! Dan agungkanlah Tuhanmu, dan bersihkanlah pakaianmu, dan tinggalkan segala (perbuatan) yang keji, dan janganlah engkau (Muhammad) memberi (dengan maksud) memperoleh balasan yang lebih banyak, dan karena Tuhanmu bersabarlah."
Wahyu ini memerintahkan agar Rasulullah saw segera melakukan dakwah kepada umat manusia. Turunnya wahyu kedua inilah yang menjadi awal kegiatan Nabi menyeru dan menyebarluaskan ajaran Islam di muka bumi.
Pada tahap awal (rahasia) ini Rasulullah berdakwah kepada keluarga dan beberapa kerabatnya, yang disampaikan adalah ajaran dasar agama Islam yakni mengesakan Allah Swt dan menolak segala penyembahan kepada berhala (thaghut).
Orang-orang yang menerima seruan Rasulullah pada tahap ini adalah: Khadijah (istri Rasulullah), Zaid bin Haritsah (anak angkat Rasulullah), Ali bin Abi Thalib (sepupu Rasulullah), serta Abu Bakar (sahabat karib beliau). Orang-orang yang pertama kali memeluk Islam seperti disebutkan di atas dalam istilah yang populer disebut "Assabiqunal Awaluun".
Melalui seruan yang dilakukan oleh Abu Bakar maka memeluk Islam-lah Sa'ad bin Abi Waqash, Zubair bin Awam, Thalhah bin Ubaidillah, Abdur Rahman bin Auf, dan Utsman bin Affan.
Berikutnya Rasulullah menyerukan ajaran Islam kepada orang-orang yang sudah dikenalnya secara baik. Di antara mereka ada yang menerima karena didasari keyakinan kuat bahwa apa yang disampaikan Rasulullah saw itu benar.
Pada tahap ini Rasulullah dan beberapa sahabatnya hanya berhasil membentuk sebuah kelompok kecil umat Islam. Sampai akhirnya turun wahyu yang mengharuskan beliau untuk menyampaikan dakwah secara terang-terangan. Menurut sebagian ahli sejarah, wahyu yang memerintahkan Rasulullah saw untuk melakukan kegiatan dakwah secara terang-terangan adalah firman Allah Swt dalam Al-Qur’an surat Asy-Syu'ara(26) ayat 214.
وَ أَنذِرْ عَشِيرَتَك الأَقْرَبِينَ
Artinya :
“Berilah peringatan keluargamu yang terdekat.”
B. Dakwah secara Terang-terangan
Setelah menerima wahyu untuk berdakwah secara terang-terangan, Rasulullah saw melakukan beberapa langkah strategis untuk misi dakwahnya. Pertama-tama beliau mengumpulkan orang-orang Bani Hasyim (anggota kerabat sendiri).
Rasulullah SAW mengumpulkan Bani Hasyim yang merupakan anggota kerabatnya sendiri dengan tujuan untuk menyampaikan inti ajaran Islam kepada mereka. Ada sekitar 45 orang dari Bani Muthalib dan Bani 'Abdi Manaf yang menghadiri pertemuan tesebut. Namun Rasulullah SAW belum berbicara sedikit pun, Abu Lahab (paman beliau) langsung menyela,
"Hai Muhammad, orang-orang yang hadir di forum ini adalah para pamanmu beserta anak-anak dari pamanmu. Maka bicaralah jika kamu ingin berbicara, dan jangan main-main!. Ketahuilah, bahwa kaum kerabatmu tidak mempunyai kekuasaan terhadap seluruh bangsa Arab. Oleh karena itu, aku berhak menentangmu, cukuplah bagimu perlindungan dari sanak famili ayahmu!. Namun jika kamu tetap bertahan pada tekadmu ini, maka akan lebih mudah bagi seluruh kabilah Quraisy untuk menerkammu. Karena sesungguhnya kami tidak pernah melihat seseorang pun dari mereka yang pernah berbuat macam-macam seperti yang kamu perbuat saat ini".
Mendengar ucapan tersebut, Nabi Muhammad SAW sengaja diam dan tidak berkata apapun.
Pada kesempatan lain, beliau mengundang mereka untuk yang kedua kalinya. Dalam pertemuan itu beliau berkata,
"Segala puji bagi Allah Yang kepadaNya kupanjatkan puji syukur dan kepada-Nya pula aku mohon pertolongan. Kepada-Nya aku beriman dan kepada-Nya pula aku bertawakkal. Aku bersaksi bahwasanya tiada Tuhan selain Allah dan tiada sekutu apapun bagi-Nya”
Setelah mengucapkan kata-kata pembukaan itu, beliau melanjutkan :
“Sesungguhnya seorang utusan itu tidak akan membohongi keluarganya. Demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian secara khusus dan kepada seluruh manusia secara umum. Demi Allah, kalian benar-benar akan mati layaknya orang yang sedang tidur nyenyak dan kalian pasti akan dihidupkan kembali seperti disaat kalian bangun tidur. Sesungguhnya seluruh amal perbuatan yang pernah kalian perbuat benar-benar akan dihisab. Lalu di sana tidak akan ada tempat lain kecual surga yang abadi dan juga neraka yang abadi pula."
Mendengar ucapan Rasulullah SAW, Abu Thalib berkata:
"Dengan senang hati kami bersedia membantumu, kami terima apa yang engkau berikan sebagai nasehat dan kami pun mempercayai segala tutur katamu! Mereka yang sekarang ini sedang berkumpul adalah sanak famili ayahmu dan aku hanyalah salah seorang dari mereka... dan justru akulah yang paling cepat menyambut keinginanmu. Jalankan terus apa yang telah diperintahkan kepadamu. Demi Allah, aku akan tetap melindungi dan membelamu, tetapi aku sendiri tidak dapat meninggalkan agama ‘Abdul Muthalib"
Kemudian Abu Lahab berkata,
"Demi Allah, ini adalah kabar buruk. Ambillah tindakan atas dirinya sebelum orang lain yang melakukannya."
Namun Abu Thalib kembali berkata,
"Demi Allah, dia akan tetap kami bela dengan apa yang ada pada kami".
Kegiatan dakwah Rasulullah ini seolah mendapat angin segar setelah Abu Thalib mengeluarkan pernyataan tersebut. Secara tidak langsung, pernyataan tersebut merupakan dukungan atas kegiatan dakwah beliau. Terbukti setelah pernyataan tersebut dilontarkan, semakin banyak penduduk Mekah yang memeluk agama Islam. Kemajuan ini mendorong Rasulullah untuk semakin mengaktifkan kegiatan dakwahnya secara formal dan teang-terangan. Oleh karena itu, pada suatu kesempatan, beliau mengundang seluruh penduduk Mekah ke bukit shafa untuk mendengarkan khutbahnya.
Dalam khutbah Rasulullah menyampaikan inti ajaran agama Islam yang dibawanya dan menegaskan bahwa dirinya adalah Rasulullah (utusan Allah). Beliau mengajak mereka agar memeluk agama Tauhid (mengesakan Allah), beriman kepada risalahnya dan juga beriman kepada hari kiamat. Berbagai reaksi pun muncul setelah khutbah itu disampaikan. Ada yang langsung percaya dan mengimaninya dan ada juga yang sebaliknya. Namun, yang paling terkenal adalah reaksi dari Abu Lahab, dia marah besar dan berkata,
"Celakalah kamu Muhammad untuk selama-lamanya. Untuk tujuan inikah kamu mengumpulkan kami semua di sini?"
Setelah ucapan tesebut keluar dari mulut Abu Lahab, Allah SWT akhirnya berfirman seperti yang tercantum didalam Al-Qur’an Surat Al-Lahab (111) ayat 1-5, yang artinya:
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia. Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia ucapkan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka). Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah). Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal."
Kejadian di bukit Shafa tersebut tidak membuat semangat dakwah Rasulullah saw menjadi surut. Justru sebaliknya beliau semakin gigih dalam berdakwah. Seruan beliau terus bergema di pelosok kota Mekah, hingga kemudian turun ayat:
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِيْنَ.
Artinya :
"Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik" (Al-Qur’an Surat Al-Hijr(15) ayat 94).
Setelah turunnya ayat tersebut semakin mengukuhkan posisi Nabi Muhammad saw sebagai seorang Rasul untuk menyampaikan risalah Allah secara tegas dan terang-terangan, serta menentang perbutan orang kafir Mekah.
C. Penindasan dan Upaya Pembunuhan oleh Kafir Quraisy
Semenjak Nabi saw dan para pengikutnya melakukan dakwah secara teang-terangan, semakin banyak penduduk Mekah yang benci kepada pemeluk Islam. Mereka tidak ingin ada kepercayaan baru yang tumbuh subur di kota Mekah. Karenanya, mereka terus berusaha menghalangi kegiatan dakwah Islamiyah, salah satunya dengan melakukan penganiayaan dan intimidasi. Berbagai penganiayaan dilakukan orang kafir Quraisy, baik kepada Rasulullah maupun kepada para sahabatnya. Setidaknya ada dua tujuan utama yang mereka lakukan, yaitu:
1. Menghambat dakwah Rasulullah
2. Agar Rasulullah dan para pengikutnya meninggalkan agama Islam dan kembali kepada kepercayaan yang dianut oleh nenek moyang mereka.
Di antara usaha yang dilakukan orang kafir Quraisy untuk menghalangi kegiatan dakwah Rasulullah adalah membujuk Abu Thalib agar mau menyuruh keponakannya tersebut menghentikan kegiatan dakwah. Bahkan mereka ingin menukar Rasulullah dengan seorang anak muda tampan yang bernama Amrah bin Walid agar mereka bisa membunuh Nabi. Upaya ini dilakukan karena Abu Thalib merupakan pimpinan Bani Hasyim yang memiliki otoritas sangat besar. Mendengar hal tersebut Abu Thalib marah dan berkata, "Kamu serahkan anakmu untuk aku pelihara, sementara anakku kalian bunuh begitu saja. Pergilah dari sini, aku tidak sudi menyerahkannya!"
Kejadian tersebut semakin menumbuhkan rasa sayang Abu Thalib kepada Nabi Muhammad saw. Karena itu, beliau mengundang keluarga Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib untuk menjaga dan melindungi Rasulullah SAW dari upaya penganiayaan kaum kafir Quraisy.
Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa suatu hari Rasulullah sedang melakukan ibadah di dekat Ka'bah. Lantas datanglah Abu Jahal dengan membawa batu besar. Batu tersebut akan dijatuhkan ke kepala Rasulullah pada saat beliau bersujud. Namun pada saat yang bersamaan, tiba-tiba Abu Jahal melihat seekor unta besar menerjang ke arahnya. Abu Jahal akhirnya lari ketakutan dan usaha pembunuhan itu pun gagal.
Selain peristiwa di atas, masih banyak lagi penganiayaan dan intimidasi yang dilakukan terhadap Rasulullah saw. Namun usaha tersebut tetap saja gagal, sehingga membuat mereka menempuh jalan yang lebih halus, yakni membujuk Nabi.
Pernah dikisahkan dalam sebuah riwayat bahwa orang-orang kafir Quraisy mengutus 'Utbah bin Rabi'ah untuk berbicara kepada Nabi Muhammad saw. 'Utbah bin Rabi'ah berkata,
"Wahai Muhammad, bila kamu menginginkan harta kekayaan, saya sanggup menyediakannya untukmu. Bila kamu menginginkan pangkat yang tinggi, saya sanggup mengangkatmu menjadi seorang raja, dan bila kamu menginginkan seorang wanita cantik, saya sanggup mencarikannya. Akan tetapi dengan satu syarat, kamu mau menghentikan kegiatan dakwahmu".
Namun secara tegas Rasulullah saw menolak tawaran tersebut dan menjawabnya dengan membacakan firman Allah SWT yang tercantum dalam Al-Qur’an Surat Fushilat (41) ayat 1-13.
Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Nabi Muhammad pernah berkata kepada pamannya, Abu Thalib,
"Wahai pamanku, seandainya matahari diletakkan di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku berhenti berdakwah, pasti aku tidak akan menghentikan dakwahku sampai Allah memberiku kemenangan atau aku binasa dalam berjuang."
Ketika itu Rasulullah SAW menangis, kemudian berdiri dan hendak meninggalkan tempat. Abu Thalib segera memanggil beliau dan berkata :
“Keponakanku, pergilah, dan katakan apa saja yang engkau sukai.. Demi Allah, engkau tidak akan kuserahkan kepada siapapun juga selama-lamanya”
Abu Thalib kemudian mengucapkan syair :
“Demi Allah, mereka semua tidak akan dapat menyentuhmu sebelum aku berbaring dikalang tanah”
Intimidasi dan tindak kekerasan juga dilancarkan kaum kafir Quraiys kepada pengikut Nabi Muhammad saw. Namun jumlah penganut Islam semakin bertambah sekalipun tidak dalam jumlah sangat besar. Umat Islam pada waktu itu hanya sekitar 182 orang. Kebanyakan mereka adalah orang-orang miskin dan kaum budak. Oleh sebab itu dengan mudah orang-orang kafir Quraisy menyiksa mereka. Hal tersebut dilakukan untuk menakut-nakuti dan mencegah berkembangnya Islam.
Di antara budak yang disiksa adalah Bilal bin Rabah, budak Umayyah bin Khalaf. Sebagai tokoh kaum Quraisy Mekah yang terkemuka, Umayyah merasa malu ketika salah seorang budaknya memeluk agama Islam. Oleh karena itu, dia menyuruh Bilal untuk meninggalkan agama barunya tesebut. Namun Bilal menolak perintah tersebut dan dia tetap gigih memeluk agama Islam. Sikap Bilal yang demikian menjadikan Umayyah sangat marah sehingga dia pun menyiksanya dengan amat keji. Bilal diikat dan diseret sepanjang jalan. Tidak hanya itu, tubuh Bilal juga dihimpit dengan batu besar dan dijemur di bawah terik matahari. Bilal dipaksa untuk meninggalkan agama Islam dan diperintah untuk kembali menyembah berhala. Namun dia menolaknya. Pada saat yang kritis, Abu Bakar datang dan menebus Bilal untuk kemudian memerdekakannya. Bilal bin Rabah kemudian menjadi muadzin pertama dalam Islam.
Selain Bilal bin Rabbah, sahabat Rasulullah yang mendapat siksaan dari kafir Quraisy adalah keluarga Yasir. Ammar bin Yasir beserta ayahnya Yasir dan ibunya Sumayyah. Mereka disiksa oleh majikannya sendiri, yaitu Abu Jahal. Dalam penyiksaan itu, Yasir mati syahid. Melihat suaminya meninggal Sumayyah memaki-maki Abu Jahal. Tanpa ampun lagi akhirnya Sumayyah ditusuk jantungnya oleh Abu Jahal dan akhirnya syahid. Sedangkan 'Ammar, dadanya dihimpit dengan batu yang sangat panas dan sebagian tubuhnya dibenamkan ke dalam pasir yang sangat panas.
Meski demikian, siksaan, intimidasi, caci-maki, ancaman dan berbagai bentuk terror dari orang-orang kafir Quraisy kepada Rasulullah saw dan para pengikutnya tidak menyebabkan mereka jera dan berhenti untuk menyebarkan ajaran Islam. Sebaliknya, Nabi dan para pengikutnya semakin semakin gigih dalam berjuang menegakkan kalimah Allah. Siksaan dan penganiayaan yang ditujukan kepada mereka ditanggapi dengan sabar akan tawakkal dengan tetap memohon pertolongan Allah Swt. Mereka menganggap semua itu sebagai cobaan dan ujian dari Yang Maha Kuasa. Sebab, Allah Swt tidak akan memberi cobaan dan ujian kepada hamba-Nya melebihi dari kemampuan yang mereka miliki.
Sebagai insan pilihan, Rasulullah saw tidak pernah membalas kekerasan dengan kekerasan, melainkan selalu menyikapinya dengan kelembutan, kearifan, dan perdamaian dalam menyelesaikan segala persoalan. Kalau kita mau melihat dan menelusuri jejak sejarah yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya, maka kita akan memperoleh pelajaran yang sangat banyak dan berharga. Di antara hikmah yang bisa kita petik dari berbagai peristiwa dan usaha penyebaran agama Islam di Mekah yang dilakukan Rasulullah saw dan para sahabatnya adalah diperlukan kesabaran, metode dan strategi yang jitu dalam melaksankaan dakwah. Di samping itu, kita juga harus tetap mempertahakan keyakinan dakwah. Di samping itu, kita juga harus tetap mempertahankan keyakinan kita, meskipun cobaan dan ancaman yang menerpa kita sangatlah berat.
Banyak sekali contoh penganiayaan dan penyiksaan kaum Quraisy. Tiap hari Nabi menghadapi penganiayaan baru. Misalnya, suatu hari Uqbah bin Abi Muith melihat Nabi bertawaf, lalu menyiksanya. Ia menjerat leher Nabi dengan serbannya dan menyeret beliau ke luar masjid. Beberapa orang datang membebaskan Nabi karena takut pembalasan dari Bani Hasyim. Dan masih banyak lagi.
Nabi menyadari dan prihatin terhadap kondisi kaum Muslim. Kendati beliau mendapat dukungan dan lindungan Bani Hasyim, kebanyakan pengikutnya budak wanita dan pria serta beberapa orang tak terlindung. Para pemimpin Quraisy menganiaya orang-orang ini terus-menerus , para pemimpin terkemuka berbagai suku menyiksa anggota suku mereka sendiri yang memeluk Islam. Maka ketika para sahabatnya meminta nasihatnya menyangkut hijrah, Nabi menjawab, “Ke Etiopia akan lebih mantap. Penguasanya kuat dan adil, dan tak ada orang yang ditindas di sana. Tanah negeri itu baik dan bersih, dan Anda boleh tinggal di sana sampai Allah menolong Anda.”
Pasukan musyrik Quraisy kehabisan akal untuk menghancurkan Muhammad. Mereka melakukan propaganda anti Muhammad, diantaranya mereka memfitnah Nabi, bersikeras menjuluki Nabi Gila, larangan mendengarkan Al-Quran, menghalangi orang masuk Islam.
Kaum Quraisy pun gagal melakukan berbagai macam cara untuk menghalangi usaha Muhammad, dan menghalangi orang-orang untuk mengikuti agama Tuhan Yang Esa. Mereka pun melakukan blokade ekonomi yang membuat banyak kaum muslim, terutama kaum wanita dan anak-anak kelaparan. Nabi dan para pengikutnya masuk ke Syiib Abu Tholib, yang diikuti pendamping hidupnya, Khodijah, dengan membawa serta Fatimah as. Orang-orang Quraisy mengepung mereka di Syiib itu selama tiga tahun. Dan akhirnya tahun-tahun blokade itu pun berakhir. Dan keluarlah Nabi bersama keluarga dan sahabatnya dari pengepungan.
Allah telah menetapkan kemenangan bagi mereka, dan Khodijah pun berhasil pula keluar dari pengepungan dalam keadaan amat berat dan menderita. Beliau telah hidup dengan kehidupan yang menjadi teladan Istimewa bagi kalangan kaum wanita. Namun, ajal Khodijah sudah dekat. Allah telah memilihnya untuk mendampingi Rosulullah SAW, dan dia telah berhasil menunaikan tugas dengan baik. Khodijah akhirnya meninggal pada tahun itu juga. Yakni, pada saat kaum Muslim keluar dari blokade orang-orang Quraisy, tahun kesepuluh sesudah Kenabian.
Pada tahun yang sama, paman Rosul (Abu Tholib) meninggal dunia, yang sekaligus sebagai pelindung dakwah Muhammad. Sungguh Nabi mengalami kesedihan yang amat berat. Beliau kehilangan Khodijah, dan juga pamannya yang menjadi pelindung, dan pembelanya. Itu sebabnya, maka tahun ini dinamakan Amm Al-Huzn (Tahun Duka cita).
Bukan hanya Rosul yang terpukul hatinya, Fatimah az Zahra, yang belum kenyang mengenyam kasih sayang seorang ibu dan kelembutan belaiannya, ikut pula menanggungnya. Kedukaan menyelimuti dan menindihnya di tahun penuh kesedihan itu. Fatimah kehilangan ibundanya, berpisah dari orang yang menjadi sumber cintanya dan kasih sayangnya. Acap kali dia bertanya kepada ayahandanya, “Ayah, kemana Ibu?” Kalau sudah begini, tangisnya pecah, air matanya meleleh, dan kesedihan menerpa hatinya. Rosul merasakan betapa berat kesedihan yang ditanggung putrinya.
Setelah wafatnya Abu Tholib kaum Kafir Quraisy semakin berani menganggu Muhammad. Akhirnya Muhammad berhijrah ke Yastrib. Peristiwa hijrahnya Nabi ke Yastrib merupakan momen awal dari lahirnya Umat Islam yang lebih terorganisir. Penduduk Yastrib bersedia memikul tanggung jawab bagi keselamatan Nabi. Di bulan Robiul Awwal tahun ini, saat hijrahnya Nabi terjadi, tak ada seorang muslim pun yang tertinggal di Mekah kecuali Nabi, Ali dan Abu Bakar, dan segelintir orang yang ditahan Quraisy atau karena sakit, dan lanjut usia.
Kaum Quraisy yang berada di Mekah akhirnya membuat kesepakatan untuk membunuh Muhammad di malam hari. Masing-masing suku mempunyai wakil, sehingga Bani Hasyim tidak dapat menuntut balas atas kematian Muhammad. Mereka mengira Muhammad dapat dihancurkan hanya dengan cara seperti ini, seperti urusan duniawi mereka. Jibril datang memberitahu Nabi tentang rencana kejam kaum kafir itu. Al-Quran merujuk pada kejadian itu dengan kata-kata,
“Dan [ingatlah] ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.”
Ali berbaring melewati cobaan yang mengerikan demi keselamatan Islam menggantikan Nabi, sejak sore. Ia bukan orang tua yang lanjut usia, tapi seorang anak muda yang begitu berani mengorbankan nyawanya untuk sang Nabi, ia, yang bersama Khodijah adalah orang yang pertama-tama beriman kepada Nabi, dialah orang yang rela berkorban untuk Nabi. Kepada Ali Nabi berkata, “Tidurlah di ranjangku malam ini dan tutupi tubuhmu dengan selimut hijau yang biasa aku gunakan, karena musuh telah bersekongkol membunuhku. Aku harus berhijrah ke Yastrib.” Ali menempati ranjang Nabi sejak sore. Ketika tiga perempat malam lewat, empat puluh orang mengepung rumah nabi dan mengintipnya melalui celah. Mereka melihat keadaan rumah seperti biasanya, dan menyangka bahwa orang yang sedang tidur di kamar itu adalah Nabi. Akhirnya Nabi Muhammad SAW diselamatkan oleh Allah SWT sampai Madinah, dan membangun peradaban Islam disana untuk membawa rahmat bagi alam semesta.
Begitu berat cobaan/ujian yang dialami para pengikut Rasulullah, tetapi meraka tetap tidak gentar karena keyakinannya sudah menyatu dalam jiwanya bahwa Islam adalah agama dari Allah Swt. Dan yang paling penting kita semua tahu bahwa sampai sekarang Islam tetap masih tegak karena kebenarannya. Perjuangan mereka begitu mulia di sisi Allah akan mendapat balasan surga-Nya.
Alhamdulillahi Robbil Alamin, Wallahu a’lam..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar