Kamis, 02 Februari 2012

KISAH NABI SALEH A.S.

 Nabi Saleh a.s adalah putra ‘Ubaid bin Asaf bin Musyikh bin Ubaid bin Nazir bin Samud bin ‘Amir bin Iram bin Sam bin Nuh a.s.
 Kaum Tsamud
            Tsamud adalah nama suku yang bertempat tinggal di suatu dataran bernama Hijir,  yang dahulunya bernama Ahqaf, yaitu bekas tempat tinggal kaum ‘Ad yang telah habis binasa disapu angin taufan yang di kirim oleh Allah SWT sebagai azab atas pembangkangan dan pengingkaran mereka terhadap dakwah dan risalah Nabi Hud A.S.  Kaum Tsamud rata-rata berperawakan tegap dan kekar, juga pekerja yang ulet dan gigih.
            Jika dibandingkan dengan kaum ‘Ad dahulu, kaum Tsamud lebih gigih bekerja dan lebih pintar.  Oleh sebab itu Negeri Hijir berkembang menjadi negeri yang maklmur dan megah. Istana-istana kecil memenuhi sudut kota.  Rumah-rumah yang indah berdiri di lereng-lereng gunung. Sawah, ladang dan kebun seperti lautan hijau penuh tumbuhan.  Domba-domba dan binatang-binatang ternak pun gemuk.  Mereka membangun bendungan dan saluran air yang sangat bagus sehingga tanah mereka menjadi subur. 
            Penduduk negeri hijir merasa bahwa keberhasilan mereka didapatkan dari hasil kerja keras mereka dan usaha mereka sendiri.  Dan perilaku Kaum ‘Ad terulang kembali.  Kaum Tsamud tidak bersyukur kepada Allah SWT atas semua nikmat Allah tersebut.  Mereka justru menyembah berhala buatan mereka sendiri.
            Kaum Tsamud tidak mengenal Tuhan. Tuhan Mereka adalah berhala-berhala yang mereka sembah dan puja, kepadanya mereka berqurban, tempat mereka minta perlindungan dari segala bala dan musibah dan mengharapkan kebaikan serta kebahagiaan. Mereka tidak dapat melihat atau memikirkan lebih jauh dan apa yang dapat mereka jangkau dengan panca indera.
 Dakwah Nabi Saleh a.s.
            Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidak akan membiarkan hamba-hambaNya berada dalam kegelapan terus-menerus tanpa diutusnya Nabi utusan disisi-Nya untuk memberi penerangan dan memimpin mereka keluar dari jalan yang sesat ke jalan yang benar. Hal ini berlaku pula untuk kaum Tsamud,  yang kepada mereka telah diutus Nabi Saleh a.s .
            Nabi Saleh a.s adalah seorang yang telah dipilih oleh Allah SWT dari kaum mereka sendiri, dari keluarga yang terpandang dan dihormati oleh kaumnya, terkenal memiliki akhlaq yang terpuji, teguh pendirian, tangkas, pandai, rendah hati dan santun dalam pergaulan.
            Nabi Saleh a.s menyeru kaumnya untuk hanya menyembah kepada Tuhan yang patut mereka sembah, Tuhan Allah Yang Maha Esa, yang telah mencipta mereka, menciptakan alam sekitar mereka, menciptakan tanah-tanah yang subur yang menghasilkan bahan-bahan keperluan hidup mereka, mencipta binatang-binatang yang memberi manfaat dan berguna bagi mereka dan dengan demikian memberi kepada mereka kenikmatan dan kemewahan hidup dan kebahagiaan lahir dan batin. Tuhan Yang Esa itulah yang harus mereka sembah dan bukan patung-patung yang mereka pahat sendiri dari batu-batu gunung yang tidak berkuasa memberi sesuatu kepada mereka atau melindungi mereka dari ketakutan dan bahaya.
            Nabi Saleh a.s memperingatkan mereka bahwa ia adalah seorang daripada mereka, terjalin antara dirinya dan mereka ikatan keluarga dan darah. Mereka adalah kaumnya dan sanak keluarganya dan dia adalah keturunan dan sesuku dengan mereka. Ia mengharapkan kebaikan dan kebajikan bagi mereka dan sesekali tidak akan menjerumuskan mereka ke dalam hal-hal yang akan membawa kerugian, kesengsaraan dan kebinasaan bagi mereka. Ia menerangkan kepada mereka bahwa dirinya adalah utusan Allah, dan apa yang diajarkan dan didakwahkan kepada mereka adalah amanat Allah yang harus dia sampaikan kepada mereka untuk kebaikan mereka semasa hidup mereka dan sesudah mereka mati di akhirat kelak. Ia mengharapkan kaumnya mempertimbangkan dan memikirkan sungguh-sungguh apa yang ia serukan dan anjurkan dan agar mereka segera meninggalkan persembahan kepada berhala-berhala itu dan percaya beriman kepada Allah Yang Maha Esa serta bertaubat dan mohon ampun kepadaNya atas dosa dan perbuatan syirik yang selama ini telah mereka lakukan. Allah Maha dekat kepada mereka mendengarkan doa mereka dan memberi ampun kepada yang salah bila dimintanya.
            Terkejutlah kaum Saleh mendengar seruan dan dakwahnya yang bagi mereka merupakan hal yang baru yang tidak diduga akan datang dari saudara atau anak mereka sendiri. Maka serentak ditolaklah ajakan Nabi Saleh itu seraya berkata: "Wahai Saleh! Kami mengenalmu seorang yang pandai, tangkas dan cerdas, fikiranmu tajam dan pendapat serta semua pertimbanganmu selalu tepat. Pada dirimu kami melihat tanda-tanda kebajikan dan sifat-sifat yang terpuji. Kami mengharapkan dari engkau sebetulnya untuk memimpin kami menyelesaikan hal-hal yang rumit yang kami hadapi, memberi petunjuk dalam soal-soal yang gelap bagi kami dan menjadi ikutan dan kepercayaan kami di kala kami menghadapi krisis dan kesusahan. Akan tetapi segala harapan itu menjadi meleset dan kepercayaan kami kepadamu tergelincir hari ini dengan tingkah lakumu dan tindak tandukmu yang menyalahi adat-istiadat dan tata cara hidup kami. Apakah yang engkau serukan kepada kami? Engkau menghendaki agar kami meninggalkan persembahan kami dan nenek moyang kami, persembahan dan agama yang telah menjadi darah daging kami menjadi sebagian hidup kami sejak kami dilahirkan dan tetap menjadi pegangan untuk selama-lamanya. Kami sesekali tidak akan meninggalkannya karena seruanmu dan kami tidak akan mengikutimu yang sesat itu. Kami tidak mempercayai omongan kosongmu bahkan meragukan kenabianmu. Kami tidak akan mendurhakai nenek moyang kami dengan meninggalkan persembahan mereka dan mengikuti jejakmu."
            Nabi Saleh a.s memperingatkan mereka agar jangan menentangnya dan agar mengikuti ajakannya beriman kepada Allah yang telah memberikan rezeki yang luas dan penghidupan yang sejahtera. Diceritakan kepada mereka kisah kaum-kaum yang mendapat siksa dan adzab dariAllah karena menentang Rasul-Nya dan mendustakan risalah-Nya. Hal yang serupa itu dapat terjadi kepada mereka jika mereka tidak mau menerima dakwahnya dan mendengar nasihatnya, yang diberikannya secara ikhlas dan jujur sebagai seorang anggota dari keluarga besar mereka dan yang tidak mengharapkan atau menuntut upah dari mereka atas usahanya itu. Ia hanya menyampaikan amanah Allah yang ditugaskan kepadanya dan Allahlah yang akan memberinya upah dan ganjaran untuk usahanya memberi pimpinan dan tuntutan kepada mereka.
            Sekelompok kecil dari kaum Tsamud yang kebanyakannya terdiri dari orang-orang miskin menerima dakwah Nabi Saleh dan beriman kepadanya sedangkan sebagian yang terbesar terutama mereka yang tergolong orang-orang kaya dan berkedudukan tinggi tetap keras kepala dan menyombongkan diri menolak ajakan Nabi Saleh dan mengingkari kenabiannya. dan berkata kepadanya: "Wahai Saleh! Kami kira bahwa engkau telah kerasukan syaitan dan terkena sihir. Engkau telah menjadi sinting dan menderita sakit gila. Akalmu sudah berubah dan fikiranmu sudah kacau sehingga engkau dengan tidak sadar telah mengeluarkan kata-kata ucapan yang tidak masuk akal dan mungkin engkau sendiri tidak memahaminya. Engkau mengaku bahwa engkau telah diutuskan oleh Tuhanmu sebagai Nabi dan Rasul-Nya. Apakah kelebihanmu dari kami semua sehingga engkau dipilih menjadi Rasul, padahal ada orang-orang di antara kami yang lebih patut dan lebih cocok untuk menjadi Nabi atau Rasul dari engkau. Tujuanmu dengan ngomong kosong dan kata-katamu hanyalah untuk mengejar kedudukan dan ingin diangkat menjadi kepala dan pemimpin bagi kaummu. Jika engkau merasa bahwa engkau sehat badan dan sehat fikiran dan mengaku bahwa engkau tidak mempunyai arah dan tujuan yang terselubung dalam dakwahmu itu maka hentikanlah usahamu menyiarkan agama barumu dengan mencaci persembahan kami dan nenek moyangmu sendiri. Kami tidak akan mengikuti jalanmu dan meninggalkan jalan yang telah ditempuh oleh orang-orang tua kami lebih dahulu”.
Nabi Saleh menjawab: "Aku telah berulang-ulang mengatakan kepadamu bahwa aku tidak mengharapkan sesuatu apapun darimu sebagai imbalan atas usahaku memberi tuntunan dan penerangan kepada kamu. Aku tidak mengharapkan upah atau mendambakan pangkat dan kedudukan bagi usahaku ini yang aku lakukan semata-mata atas perintah Allah dan dari-Nya kelak aku harapkan balasan dan ganjaran untuk itu. Dan bagaimana aku dapat mengikutimu dan menterlantarkan tugas dan amanah Tuhan kepadaku, padahal aku telah memperoleh bukti-bukti yang nyata atas kebenaran dakwahku. Janganlah sesekali kamu harapkan bahwa aku akan melanggar perintah Tuhanku dan melalaikan kewajibanku kepada-Nya hanya semata-mata untuk melanjutkan persembahan nenek moyang kami yang bathil itu. Siapakah yang akan melindungiku dari murka dan azab Tuhan jika aku berbuat demikian? Sesungguhnya kamu hanya akan merugikan dan membinasakan aku dengan seruanmu itu."
            Setelah gagal dan berhasil menghentikan usaha dakwah Nabi Saleh dan dilihatnya ia bahkan makin giat menarik orang-orang mengikutinya dan berpihak kepadanya para pemimpin dan pemuka kaum Tsamud yang terdiri dari Zuhab bin Amr, Al-habbab, dan Rabah bin Su’ar serta yang lainnya berusaha hendak membendung arus dakwahnya yang makin lama makin mendapat perhatian terutama dari kalangan bawah, menengah dalam masyarakat. Mereka menentang Nabi Saleh dan untuk membuktikan kebenaran kenabiannya dengan suatu bukti mukjizat dalam bentuk benda atau kejadian luar biasa yang berada di luar kekuasaan manusia. 
 Unta Betina Mukjizat Nabi Saleh a.s
            Nabi Saleh sadar bahwa tentangan kaumnya yang menuntut bukti dari padanya berupa mukjizat itu adalah bertujuan hendak menghilangkan pengaruhnya dan mengikis habis kewibawaannya di mata kaumnya terutama para pengikutnya bila ia gagal memenuhi tentangan dan tuntutan mereka.  Nabi Saleh membalas tentangan mereka dengan menuntut janji dengan mereka bila ia berhasil mendatangkan mukjizat yang mereka minta bahwa mereka akan meninggalkan agama dan persembahan mereka dan akan mengikuti Nabi Saleh dan beriman kepadanya.
            Sesuai dengan permintaan dan petunjuk pemuka-pemuka kaum Tsamud berdoalah Nabi Saleh memohon kepada Allah agar memberinya suatu mukjizat untuk membuktikan kebenaran risalahnya dan sekaligus mematahkan perlawanan dan tentangan kaumnya yang masih keras kepala itu. Ia memohon dari Allah dengan kekuasaan-Nya menciptakan seekor unta betina dikeluarkannya dari perut sebuah batu karang besar yang terdapat di sisi sebuah bukit yang mereka tunjuk.
            Maka setelah kemudian dengan izin Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Pencipta terbelahlah batu karang yang ditunjuk itu dan keluar dari perutnya seekor unta betina.  Dengan menunjuk kepada binatang yang baru keluar dari perut batu besar itu berkatalah Nabi Saleh kepada mereka: "Inilah dia unta Allah, janganlah kamu ganggu dan biarkanlah ia mencari makanannya sendiri di atas bumi Allah ia mempunyai giliran untuk mendapatkan air minum dan kamu mempunyai giliran untuk mendapatkan minum bagimu dan bagi ternakanmu juga dan ketahuilah bahwa Allah akan menurunkan adzab-Nya bila kamu sampai mengganggu binatang ini."
            Kemudian berkeliaranlah unta di ladang-ladang memakan rumput sesuka hatinya tanpa mendapat gangguan. Dan ketika giliran minumnya tiba pergilah unta itu ke sebuah sumur yang diberi nama sumur unta dan minumlah sepuas hatinya. Dan pada hari-hari giliran unta Nabi Saleh itu datang minum tiada seekor binatang lain berani menghampirinya, hal mana menimbulkan rasa tidak senang pada pemilik-pemilik binatang itu yang makin hari makin merasakan bahwa adanya unta Nabi Saleh di tengah-tengah mereka itu merupakan gangguan bagi mereka.
            Dengan berhasilnya Nabi Saleh mendatangkan mukjizat yang mereka tuntut gagallah para pemuka kaum Tsamud dalam usahanya untuk menjatuhkan kehormatan dan menghilangkan pengaruh Nabi Saleh bahkan sebaliknya telah menambah tebal kepercayaan para pengikutnya dan menghilang banyak keraguan dari kaumnya. Maka dihasutlah oleh mereka pemilik-pemilik ternak yang merasa jengkel dan tidak senang dengan adanya unta Nabi Saleh yang merajalela di ladang dan kebun-kebun mereka serta ditakuti oleh binatang-binatang peliharaannya.
 Unta Nabi Saleh a.s Dibunuh
        Persekongkolan diadakan oleh orang-orang dari kaum Tsamud untuk mengatur rancangan pembunuhan unta Nabi Saleh. Dan selagi orang masih dibayangi oleh rasa takut dari azab yang diancam oleh Nabi Saleh bila untanya diganggu di samping adanya dorongan keinginan yang kuat untuk melenyapkan binatang itu dari atas bumi mereka, muncullah tiba-tiba seorang janda bangsawan yang kaya raya menawarkan akan menyerah dirinya kepada siapa yang dapat membunuh unta Saleh. Di samping janda itu ada seorang wanita lain yang mempunyai beberapa puteri cantik-cantik menawarkan akan menghadiahkan salah seorang dari puteri-puterinya kepada orang yang berhasil membunuh unta itu.
            Dua macam hadiah yang menggiurkan dari kedua wanita itu di samping hasutan para pemuka Tsamud mengundang dua orang lelaki bernama Mushadda' bin Muharrij dan Qudar bin Salaf berkemas-kemas akan melakukan pembunuhan untuk meraih hadiah yang dijanjikan di samping sanjungan dan pujian yang akan diterimanya dari para kafir suku Tsamud bila unta Nabi Saleh telah mati dibunuh.
            Dengan bantuan tujuh orang lelaki, sehingga jumlah mereka ada sembilan,  bersembunyilah kumpulan itu di suatu tempat di mana biasanya di lalui oleh unta dalam perjalanannya ke sumur tempat ia minum. Dan begitu unta-unta yang tidak berdosa itu lalu segeralah dipanah betisnya oleh Musadda' yang disusul oleh Qudar dengan mengayunkan pedang ke leher sang unta.  Akhirnya unta mukjizat itupun mati bersimbah darah.
            Dengan perasaan megah dan bangga pergilah para pembunuh unta itu ke ibu kota menyampaikan berita matinya unta Nabi Saleh yang mendapat sambutan sorak-sorai dan teriakan gembira dari pihak musyrikin seakan-akan mereka kembali dari medan perang dengan membawa kemenangan yang gemilang.
            Berkata mereka kepada Nabi Saleh: "Wahai Saleh! Untamu telah mati dibunuh, cobalah datangkan akan apa yang engkau katakan dulu akan ancamannya bila unta itu diganggu, jika engkau betul-betul termasuk orang-orang yang selalu benar dalam kata-katanya."
            Nabi Saleh menjawab: "Aku telah peringatkan kamu, bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya atas kamu jika kamu mengganggu unta itu. Maka dengan terbunuhnya unta itu maka tunggulah engkau akan tibanya masa adzab yang Allah telah janjikan dan telah aku sampaikan kepada kamu. Kamu telah menentang Allah dan terimalah kelak akibat tentanganmu kepada-Nya. Janji Allah tidak akan meleset. Kamu boleh bersuka ria dan bersenang-senang selama tiga hari ini kemudian terimalah ganjaranmu yang setimpal pada hari keempat. Demikianlah kehendak Allah dan taqdir-Nya yang tidak dapat ditunda atau dihalang."
            Akan tetapi dalam kenyataannya dalam waktu tiga hari itu bahkan menjadi bahan ejekan kepada Nabi Saleh yang ditentangnya untuk mempercepat datangnya azab itu dan tidak usah ditangguhkan tiga hari lagi.
Turunnya Adzab Allah Yang Dijanjikan
            Nabi Saleh memberitahu kaumnya bahwa adzab Allah yang akan menimpa kepada mereka akan didahului dengan tanda-tanda, yaitu pada hari pertama bila mereka terbangun dari tidurnya akan menemui wajah mereka menjadi kuning dan berubah menjadi merah pada hari kedua dan hitam pada hari ketiga dan pada hari keempat turunlah adzab Allah yang pedih. 
            Mendengar ancaman adzab yang diberitahukan oleh Nabi Saleh kepada kaumnya kelompok sembilan orang ialah kelompok pembunuh unta berencana untuk membunuh atas diri Nabi Saleh sebelum tibanya adzab yang diancamkan itu. Mereka mengadakan pertemuan rahasia dan bersama bersumpah akan melaksanakan rencana pembunuhan itu di waktu malam, disaat orang masih tidur nyenyak untuk menghindari tuntutan balasan oleh keluarga Nabi Saleh, jika diketahui identitas mereka sebagai pembunuhnya. Rencana mereka ini dirahasiakan sehingga tidak diketahui dan didengar oleh siapapun kecuali ke sembilan orang itu sendiri.
            Ketika mereka datang ke tempat Nabi Saleh untuk melaksanakan rencana jahatnya di malam yang gelap-gulita dan sunyi-senyap berjatuhanlah diatas kepala mereka batu-batu besar yang tidak diketahui dari arah mana datangnya dan  seketika jatuhlah mereka diatas tanah dalam keadaan tidak bernyawa lagi. Demikianlah Allah telah melindungi Rasul-Nya dari perbuatan jahat hamba-hamba-Nya yang kafir.
            Satu hari sebelum hari turunnya adzab yang telah ditentukan itu, dengan izin Allah berangkatlah Nabi Saleh bersama para pengikutnya yang berjumlah kurang lebih 120 orang menuju Ramlah, sebuah tempat di Palestina, meninggalkan Hijir dan kaum Tsamud yang habis binasa, ditimpa halilintar yang dahsyat beriringan dengan gempa bumi yang mengerikan.  Mereka mati dengan kondisi tubuh yang hangus laksana daun yang kering. Naudzu billahi min dzalik.

KISAH NABI HUD A.S.

Setelah Nabi Nuh a.s. wafat, keturunannya mulai ingkar kepada Allah Swt. Maka Allah Swt. mengutus seorang nabi yang bernama Hud ke tengah-tengah mereka. Nabi Hud  a.s sendiri masih termasuk keturunan Nabi Nuh a.s.   Ia adalah putra Sam bin Nuh.

Kaum ‘Ad

‘Ad adalah suatu kaum yang hidup di jazirah Arab di suatu tempat bernama "Al-Ahqaf" terletak di utara Hadramaut (Yaman) dan merupakan keturunan Nabi Nuh a.s. Mereka terkenal dengan kekuatan jasmani dalam bentuk tubuh-tubuh yang kekar, tinggi dan besar. Kaum laki-lakinya tampan dan gagah, sedangkan kaum perempuannya amat cantik jelita.
Mereka dikurniai oleh Allah keahlian bertani. Tanah yang tandus dapat diubah menjadi tanah yang subur. Mereka memperindah tempat tinggal mereka dengan kebun-kebun bunga yang indah-indah. Mereka juga mempunyai keahlian membangun gedung-gedung bertingkat yang menjulang ke langit serta rumah-rumah yang megah.  Berkat kurnia Allah itu mereka hidup menjadi makmur, sejahtera dan bahagia serta dalam waktu yang singkat mereka berkembang biak dan menjadi suku yang terbesar diantara suku-suku yang hidup di sekelilingnya.
Kaum ‘Ad tidak mengenal Allah Yang Maha Kuasa Pencipta alam semesta. Mereka membuat patung-patung yang diberi nama Samud, Sada dan Al-Haba dan itu yang disembah sebagai tuhan mereka yang menurut kepercayaan mereka dapat memberi kebahagiaan, kebaikan dan keuntungan serta dapat menolak kejahatan, kerugian dan segala musibah.  Ajaran Nabi Nuh a.s sudah tidak berbekas dalam hati, jiwa serta cara hidup mereka sehari-hari
Sebagai akibat dan buah dari aqidah yang sesat itu pergaulan hidup mereka menjadi dikuasai oleh tuntutan hawa nafsu, sehingga timbul kerusuhan dan tindakan sewenang-wenang di dalam masyarakat di mana yang kuat menindas yang lemah yang besar memperkosa yang kecil dan yang berkuasa memeras yang di bawahnya. Sifat-sifat sombong, congkak, iri-hati, dengki, hasut dan benci-membenci yang didorong oleh hawa nafsu merajalela dan menguasai kehidupan mereka sehingga tidak ada lagi sifat-sifat belas kasihan, sayang menyayang, jujur, amanat dan rendah hati. Demikianlah gambaran masyarakat suku ‘Ad tatkala Allah SWT mengutuskan Nabi Hud sebagai nabi dan rasul kepada mereka. 

Dakwah Nabi Hud a.s

Demikianlah maka kepada suku ‘Ad yang telah dimabukkan oleh kesejahteraan hidup dan kenikmatan duniawi sehingga tidak mengenal Tuhannya yang memberikan kenikmatan itu semua, maka diutuslan kepada mereka Nabi Hud a.s. 
Nabi Hud a.s adalah seorang yang berasal dari suku mereka sendiri dari keluarga yang kaya raya, terpandang dan berpengaruh. Sejak kecil  terkenal dengan kelakuan yang baik,  sangat terpuji, jujur dan amanah, budi pekerti yang luhur dan sangat bijaksana dalam pergaulan dengan kawan-kawannya.
Nabi Hud memulai dakwahnya dengan menarik perhatian kaumnya suku ‘Ad kepada tanda-tanda keberadaan Allah SWT yang berupa alam sekeliling mereka dan bahwa Allah-lah yang menciptakan mereka semua dan yang memberikan kepada mereka segala kenikmatan hidup yang berupa tanah yang subur, air yang mengalir serta bentuk fisik yang bagus dan tubuh yang tegak dan kuat. Allah-lah yang seharusnya mereka sembah dan bukan patung-patung yang mereka buat sendiri. Mereka sebagai manusia adalah makhluk Allah yang paling mulia yang tidak sepatutnya merendahkan diri sujud menyembah batu-batu yang sewaktu-waktu dapat mereka hancurkan sendiri.
Di terangkan oleh Nabi Hud a.s bahwa dia adalah Utusan Allah yang diberi tugas untuk membawa mereka ke jalan yang benar, beriman kepada Allah yang menciptakan mereka, menghidup dan mematikan mereka, serta memberi rezeki kepada mereka. Nabi Hud a.s. mengajak dan menasehati kaumnya siang dan malam selama puluhan tahun. 
Suatu hari Nabi Hud a.s berkata kepada kaumnya sebagaimana dikisahkan dalam Al-Qur’an Surat Hud (11) ayat 50-52 berikut : 
“ Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara mereka, Hud. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia.  Kamu hanyalah mengada-adakan saja. Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini, Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan (nya)?” Dan (dia berkata): “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.”(Al-Qur’an Surat Hud ayat 50-52)
Bagi kaum ‘Ad dakwah Nabi Hud a.s itu merupakan hal yang tidak pernah mereka dengar sebelumnya. Mereka menganggap bahwa ajaran yang dibawa oleh Nabi Hud a.s itu akan mengubah cara hidup mereka dan merusak adat istiadat yang telah mereka warisi dari nenek moyang mereka. Mereka tercengang dan merasa heran bahawa seorang dari suku mereka sendiri telah berani berusaha merombak tatacara hidup mereka dan menggantikan agama dan kepercayaan mereka dengan sesuatu yang baru yang mereka tidak kenal dan tidak dapat diterima oleh akal fikiran mereka. Dengan serta-merta mereka menolak dakwah Nabi Hud a.s itu dengan berbagai alasan dan tuduhan kosong terhadap diri beliau disertai ejekan-ejekan dan hinaan-hinaan.
Kaum ‘Ad berkata: “Hai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu.   Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.” (Al-Qur’an Surat Hud ayat 53-54)
Karena ketekunan Nabi Hud a.s secara terus-menerus menasehati kaumnya, akhirnya beberapa orang dari kaum ‘Ad mulai beriman kepada Allah SWT sesuai ajaran Nabi Hud a.s.  Para tokoh kaum ‘Ad tidak menyukai melihat beberapa orang mulai beriman.  Tokoh-tokoh kaum ‘Ad mulai berbuat kasar kepada pengikut Nabi Hud a.s. Namun demikian pengikut beliau semakin hari semakin bertambah. Akhirnya pemimpin kaum ‘Ad tidak sabar lagi lalu menantang Nabi Hud a.s.
Mereka menjawab: “Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari (menyembah) tuhan-tuhan kami? Maka datangkanlah kepada kami azab yang telah kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar” (Al-Qur’an Surat Al-Ahqaf ayat 22)

Azab Kepada Kaum ‘Ad

Akhirnya Allah SWT menurunkan azab kepada kaum ‘Ad karena mereka membangkang dan menentang nabi Hud a.s.  Azab Allah SWT itu diturunkan dalam dua tahapan.
Tahap Pertama berupa kemarau panjang. Kekeringan melanda ladang-ladang dan kebun-kebun mereka, sehingga menimbulkan kecemasan dan kegelisahan, kalau-kalau mereka tidak memperoleh hasil dari ladang-ladang dan kebun-kebunnya seperti biasanya.  Hewan-hewan pun satu-persatu mati kelaparan.
Dalam keadaan demikian Nabi Hud a.s masih berusaha meyakinkan mereka bahawa kekeringan itu adalah suatu permulaan azab dari Allah SWT yang dijanjikan dan bahwa Allah SWT masih memberi kesempatan kepada mereka untuk bertobat  dengan meninggalkan berhala-berhala yang mereka sembah serta memohon ampun kepada Allah SWT agar segera hujan turun kembali dengan lebatnya dan mereka bisa terhindar bahaya kelaparan yang mengancam. Akan tetapi mereka tetap tidak beriman dan menganggap janji Nabi Hud a.s itu adalah janji kosong belaka. Mereka bahkan pergi menghadap berhala-berhala mereka memohon perlindungan dari musibah yang mereka hadapi.
Tahap Kedua merupakan azab yang sangat dahsyat.  Sebelum azab turun Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Hud a.s dan para pengikutnya untuk pindah dan menyelamatkan diri ke Hadramaut.  
Di dalam Al Quran, dituturkan bahwa kaum ‘Ad telah dibinasakan dengan “angin badai yang dahsyat”. Dalam ayat-ayat ini disebutkan bahwa angin badai yang hebat berlangsung selama tujuh malam delapan hari dan menghancurkan kaum ‘Ad keseluruhannya.
“Adapun kaum Ad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang, yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; maka kamu lihat kaum Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk).  Maka kamu tidak melihat seorang pun yang tinggal di antara mereka” (Al-Qur’an Surat Al-Haqqah ayat 6-8).