Kamis, 15 Desember 2011

Mengenal Suku Bangsa di Indonesia : Suku Batak

Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah terma kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah:  Batak Toba, Batak Karo,  Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Mayoritas orang Batak menganut agama Kristen dan sisanya beragama Islam. Tetapi ada pula yang menganut agama Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.
Sebelum suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu.
Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu:
§  Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.
§  Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.
§  Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.
Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam pustaha. Walaupun sudah menganut agama Kristen dan berpendidikan tinggi, namun orang Batak belum mau meninggalkan religi dan kepercayaan yang sudah tertanam di dalam hati sanubari mereka.
Kekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis keturunan (genealogi) dan berdasarkan sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada.
Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian (padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah dalam marga, kemudian Marga. Artinya misalnya Harahap, kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Adat Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah.
Adanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi: Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul. merupakan suatu filosofi agar kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman terdekat. Namun dalam pelaksanaan adat, yang pertama dicari adalah yang satu marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan Adat.
Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang dalam Bahasa Batak Toba disebut Dalihan na Tolu. Yaitu sebagai berikut :
a)     Somba Marhula-hula (Hormat kepada pihak keluarga ibu)
Hulahula /Mora adalah pihak keluarga dari isteri. Hula-hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat-istiadat Batak sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat kepada Hulahula.
b)     Manat Mardongan Tubu (Kompak dalam hubungan semarga)
Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang sama. Mereka ini seperti batang pohon yang saling berdekatan, saling menopang, walaupun karena saking dekatnya kadang-kadang saling gesek. Namun, pertikaian tidak membuat hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun demikian kepada semua orang Batak  dipesankan harus bijaksana kepada saudara semarga.

c)      Elek marboru (ramah pada keluarga saudara perempuan)
Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil isteri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai 'parhobas' atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam setiap upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya.
Namun bukan berarti ada kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifat kontekstual. Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak pasti pernah menjadi Hulahula, juga sebagai Dongan Tubu, juga sebagai Boru. Jadi setiap orang harus menempatkan posisinya secara kontekstual.
Sehingga dalam tata kekerabatan, semua orang Batak harus berperilaku 'raja'. Raja dalam tata kekerabatan Batak bukan berarti orang yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik sesuai dengan tata krama dalam sistem kekerabatan Batak. Maka dalam setiap pembicaraan adat selalu disebut Raja ni Hulahula, Raja no Dongan Tubu dan Raja ni Boru.

Minggu, 11 Desember 2011

Mengenal Suku Bangsa di Indonesia : Suku Sunda

Cepot
Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa,  yang mencakup wilayah provinsi Jawa Barat dan Banten. Suku Sunda merupakan etnis kedua terbesar di Indonesia, setelah etnis Jawa. Sekurang-kurangnya 15,41% penduduk Indonesia merupakan orang Sunda. Mayoritas orang Sunda beragama Islam. Namun dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak masyarakat yang mempercayai kekuatan-kekuatan supranatural, yang berasal dari kebudayaan animisme dan Hindu. Kepercayaan tradisional Sunda Wiwitan masih bertahan di beberapa komunitas pedesaan suku Sunda, seperti di Kuningan dan masyarakat suku Baduy di Lebak Banten yang berkerabat dekat dan dapat dikategorikan sebagai suku Sunda.
Jati diri yang mempersatukan orang Sunda adalah bahasanya dan budayanya. Orang Sunda dikenal memiliki sifat optimistis, ramah, sopan, dan riang, akan tetapi mereka dapat bersifat pemalu dan terlalu perasa secara emosional.  Karakter orang Sunda seringkali ditampilkan melalui tokoh populer dalam kebudayaan Sunda : Kabayan dan Cepot. Mereka bersifat riang, suka bercanda, dan banyak akal, tetapi seringkali nakal.
Sunda berasal dari kata Su yang berarti segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan. Orang Sunda meyakini bahwa memiliki etos atau karakter Kasundaan, sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Karakter Sunda yang dimaksud adalah  cageur (sehat),  bageur (baik),  bener (benar),  singer (mawas diri), dan  pinter  (cerdas). Karakter ini telah dijalankan oleh masyarakat yang bermukim di Jawa bagian barat sejak zaman Kerajaan Salakanagara.
Nama Sunda mulai digunakan oleh raja Purnawarman pada tahun 397 M untuk menyebut ibukota  Kerajaan Tarumanagara  yang didirikannya. Untuk mengembalikan pamor Tarumanagara yang semakin menurun, pada tahun 670 M, Tarusbawa, penguasa Tarumanagara yang ke-13, mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Kemudian peristiwa ini dijadikan alasan oleh Kerajaan Galuh untuk memisahkan negaranya dari kekuasaan Tarusbawa. Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Tarusbawa menerima tuntutan raja Galuh. Akhirnya kawasan Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan Sungai Citarum sebagai batasnya.
Dalam percakapan sehari-hari, etnis Sunda banyak menggunakan bahasa Sunda. Namun kini telah banyak masyarakat Sunda terutama yang tinggal di perkotaan tidak lagi menggunakan bahasa tersebut dalam bertutur kata.  Seperti yang terjadi di pusat-pusat keramaian kota Bandung dan Bogor, dimana banyak masyarakat yang tidak lagi menggunakan bahasa Sunda.
Ada beberapa dialek dalam bahasa Sunda, antara lain dialek Sunda-Banten, dialek Sunda-Bogor, dialek Sunda-Priangan, dialek Sunda-Jawa, dan beberapa dialek lainnya yang telah bercampur baur dengan bahasa Jawa dan bahasa Melayu. Karena pengaruh budaya Jawa pada masa kekuasaan Kerajaan Mataram Islam, bahasa Sunda ( terutama dialek Sunda Priangan) mengenal beberapa tingkatan berbahasa, mulai dari bahasa halus, bahasa loma/lancaran, hingga bahasa kasar. Namun di wilayah-wilayah pedesaan dan mayoritas daerah Banten, bahasa Sunda loma tetap dominan.
Beberapa jenis makanan jajanan tradisional dari masyarakat Sunda antara lain  comro, siomay, gado-gado, karedok, nasi goreng, cendol, bubur ayam, roti bakar, bubur kacang hijau.
Mayoritas masyarakat Sunda berprofesi sebagai petani, dan berladang, ini disebabkan tanah Sunda yang subur.  Sampai abad ke-19, banyak dari masyarakat Sunda yang berladang secara berpindah-pindah. Selain bertani, masyarakat Sunda seringkali memilih untuk menjadi pengusaha dan pedagang sebagai mata pencariannya, meskipun kebanyakan berupa wirausaha kecil-kecilan yang sederhana, seperti menjadi penjaja makanan keliling, membuka warung atau rumah makan, membuka toko barang kelontong dan kebutuhan sehari-hari, atau membuka usaha cukur rambut, di daerah perkotaan ada pula yang membuka usaha percetakan, distro, cafe, rental mobil dan jual beli kendaraan bekas. Profesi pedagang keliling banyak pula dilakoni oleh masyarakat Sunda, terutama asal Tasikmalaya dan Garut. Profesi lainnya yang banyak dilakoni oleh orang Sunda adalah sebagai pegawai negeri, penyanyi, seniman, dokter, diplomat dan pengusaha.
Angklung

Minggu, 04 Desember 2011

Mengenal Suku Bangsa di Indonesia : Suku Jawa

Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.  Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa.   Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon.


Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Dalam sebuah survei yang diadakan majalah Tempo pada awal dasawarsa 1990-an, kurang lebih hanya 12% orang Jawa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sehari-hari, sekitar 18% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja.
Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat.
Orang Jawa sebagian besar secara nominal menganut agama Islam. Tetapi ada juga yang menganut agama Protestan dan Katolik. Mereka juga terdapat di daerah pedesaan. Penganut agama Buddha dan Hindu juga ditemukan pula di antara masyarakat Jawa. Ada pula agama kepercayaan suku Jawa yang disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini terutama berdasarkan kepercayaan  animisme dengan pengaruh Hindu-Buddha yang kuat. Masyarakat Jawa terkenal akan sifat sinkretisme kepercayaannya. Semua budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai-nilai Jawa sehingga kepercayaan seseorang kadangkala menjadi kabur.
SEMAR

Mayoritas orang Jawa berprofesi sebagai petani, namun di perkotaan mereka mendominasi pegawai negeri sipil, BUMN, anggota DPR/DPRD, pejabat eksekutif, pejabat legislatif, pejabat kementerian dan militer. Orang Jawa adalah etnis paling banyak di dunia artis dan model. Orang Jawa juga banyak yang bekerja di luar negeri, sebagai buruh kasar dan pembantu rumah tangga. Orang Jawa mendominasi tenaga kerja Indonesia di luar negeri terutama di negara Malaysia, Singapura, Filipina, Jepang, Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Taiwan, AS dan Eropa.
Orang Jawa terkenal dengan budaya seninya yang terutama dipengaruhi oleh agama Hindu-Buddha, yaitu pementasan wayang. Repertoar cerita wayang atau lakon sebagian besar berdasarkan wiracarita Ramayana dan Mahabharata. Selain pengaruh India, ada pula pengaruh Islam dan Dunia Barat.  Seni batik dan keris merupakan dua bentuk ekspresi masyarakat Jawa. Musik gamelan, yang juga dijumpai di Bali memegang peranan penting dalam kehidupan budaya dan tradisi Jawa.

Macam Suku Bangsa di Indonesia

Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang majemuk atau heterogen. Bangsa kita mempunyai beraneka ragam suku bangsa, budaya, agama, dan adat istiadat (tradisi). Semua itu tercermin dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Misalnya dalam upacara adat, rumah adat, baju adat, nyanyian dan tarian daerah, alat musik, dan makanan khas.
Suku bangsa merupakan kumpulan kerabat (keluarga) luas. Mereka percaya bahwa mereka berasal dari keturunan yang sama. Mereka juga merasa sebagai satu golongan. Dalam kehidupan sehari-hari mereka mempunyai bahasa dan adat istiadat sendiri yang berasal dari nenek moyang mereka.
Dari mana asal nenek moyang bangsa Indonesia?
Pada  awalnya, penduduk Indonesia berasal dari daratan Cina Selatan, Provinsi Yunan sekarang. Suku bangsa Yunan datang ke Indonesia secara bergelombang. Ada dua gelombang terpenting:
  1. Gelombang pertama terjadi sekitar 3000 tahun yang lalu. Mereka yang pindah dalam periode ini kemudian dikenal sebagai rumpun bangsa Proto Melayu. Proto Melayu disebut juga Melayu Polynesia. Rumpun bangsa Proto Melayu tersebar dari Madagaskar hingga Pasifik Timur. Mereka bermukim di daerah pantai. Termasuk dalam bangsa Melayu Tua adalah suku bangsa Batak di Sumatera, Dayak di Kalimantan, dan Toraja di Sulawesi.
  2. Gelombang kedua terjadi sekitar 2000 tahun lalu, disebut Deutero Melayu. Mereka disebut penduduk Melayu Muda. Mereka mendesak Melayu Tua ke pedalaman Nusantara. Termasuk bangsa Melayu Muda adalah suku bangsa Jawa, Minang-kabau, Bali, Makassar, Bugis, dan Sunda.
Meskipun ada teori yang menyebutkan bahwa bangsa Indonesia mempunyai nenek moyang yang sama, kenyataannya ada beraneka ragam suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia.  Tidak diketahui secara pasti berapa jumlah suku bangsa di Indonesia. Diperkirakan ada sekitar 370 suku bangsa (ada yang menyebut 300 sampai 500 suku bangsa) yang tinggal di Indonesia. Perbedaan jumlah ini dikarenakan perbedaan para ahli dalam mengelompokkan suku bangsa. Sedangkan keragaman suku bangsa di Indonesia antara lain disebabkan oleh:
  1. perbedaan ras asal,
  2. perbedaan lingkungan geografis,
  3. perbedaan latar belakang sejarah,
  4. perkembangan daerah,
  5. perbedaan agama atau kepercayaan, dan
  6. kemampuan adaptasi atau menyesuaikan diri.

Dari faktor-faktor di atas, faktor lingkungan geografis dan kemampuan adaptasi atau menyesuaikan diri sangat berpengaruh. Faktor lingkungan geografis yang menyebabkan keanekaragaman suku bangsa antara lain sebagai berikut.
  1. Negara kita berbentuk kepulauan. Penduduk yang tinggal di satu pulau terpisah dengan penduduk yang tinggal di pulau lain. Penduduk tiap pulau mengembangkan kebiasaan dan adat sendiri. Dalam waktu yang cukup lama akan berkembang menjadi kebudayaan yang berbeda.
  2. Perbedaan bentuk muka bumi, seperti daerah pantai, dataran rendah, dan pegunungan. Penduduk beradaptasi dengan kondisi geografis alamnya. Adaptasi itu dapat terwujud dalam bentuk perubahan tingkah laku maupun perubahan ciri fisik. Penduduk yang tinggal di daerah pegunungan misalnya, akan berkomunikasi dengan suara yang keras supaya dapat didengar tetangganya. Penduduk yang tinggal di daerah pantai atau di daerah perairan akan mengembangkan keahlian menangkap ikan, dan sebagainya. Perubahan keadaan alam dan proses adaptasi inilah yang menyebabkan adanya keanekaragaman suku bangsa di Indonesia.
Nama-nama Suku Bangsa di Indonesia
Besar kecilnya suku bangsa yang ada di Indonesia tidak merata. Suku bangsa yang jumlah anggotanya cukup besar, antara lain suku bangsa Jawa, Sunda, Madura, Melayu, Bugis, Makassar, Minangkabau, Bali, dan Batak. Biasanya suatu suku bangsa tinggal di wilayah tertentu dalam suatu provinsi di negara kita. Namun tidak selalu demikian. Orang Jawa, orang Batak, orang Bugis, dan orang Minang misalnya, banyak yang merantau ke wilayah lain. Lebih rinci suku-suku bangsa dan penyebarannya di 33 provinsi Indonesia seperti pada tabel berikut:
No
Provinsi
Suku Bangsa
1
NAD (Nanggroe Aceh Darussalam)
Aceh, Gayo, Tamiang, Simeuleu, Singkil, Kluet, Alas, Aneuk Jamee
2.
Sumatera Utara
Batak, Nias, Asahan, Melayu, Dairi
3
Sumatera Barat
Mentawai, Minangkabau, Akit, Kuala, Kubu, Talang Mamak
4
Sumatera Selatan
Ameng Sewang, Musi Banyuasin, Musi Sekayu, Ogan, Enim, Kayu Agung, Kikim, Komering, Lahat, Lematang, Lintang, Kisam, Palembang, Padamaran, Pegagan, Rambang Senuling, Lom, Mapur, Meranjat, Musi, Ranau, Rawas, Saling, Sekak, Semendo
5
Riau
Melayu, Anak Dalam, Riau
6
Kepulauan Riau
Laut, Lingga, Sakai, Melayu
7
Jambi
Jambi, Kerinci, Melayu
8
Bengkulu
Bengkulu, Rejang, Enggano, Lebong
9
Bangka Belitung
Melayu, Mapur
10
Lampung
Lampung, Pasemah
11
Banten
Sunda, Badui
12
DKI Jakarta
Betawi
13
Jawa Barat
Sunda
14
Jawa Tengah
Jawa, Samin
15
Jawa Timur
Jawa, Madura, Tengger, Bawean, Osing
16
DI Yogjakarta
Jawa
17
Kalimantan Barat
Melayu, Dayak, Babak, Badat, Barai, Bangau, Bukat, Entungau, Galik, Gun, Iban, Jangkang, Kalis, Kantuk, Kayan, Kayanan, Kede, Kendayan, Keramai, Klemantan, Pontianak, Pos, Punti, Randuk, Ribun, Sambas, Cempedek, Dalam, Darat, Darok, Desa, Kopak, Koyon, Lara, Senunang, Sisang, Sintang, Suhaid, Sungkung, Limbai, Maloh, Mayau, Mentebak, Menyangka, Sanggau, Sani, Seberuang, Sekajang, Selayang, Selimpat, Dusun, Embaloh, Empayuh, Engkarong, Ensanang, Menyanya, Merau, Mualang, Muara, Muduh, Muluk, Ngabang, Ngalampan, Ngamukit, Nganayat, Panu, Pengkedang, Pompang, Senangkan, Suruh, Tabuas, Taman, Tingui
18
Kalimantan Tengah
Melayu, Dayak, Kapuas, Ot Danum, Ngaju, Lawangan, Dusun, Maanyan, dan Katingan
19
Kalimantan Selatan
Melayu, Banjar, Ngaju, Laut, Maamyan, Bukit, Dusun, Deyah, Balangan, Aba, Dayak
20
Kalimantan Timur
Melayu, Kutai, Auheng, Abai, Baka, Bakung, Basap, Benuaq, Berau, Bem, Pasir, Penihing, Saq, Berusu, Bulungan, Busang, Dayak, Huang Tering, Jalan, Kayan, Kenyah, Merap, Punan, Seputan, Tahol, Tidung, Tingalan, Timai, Tunjung, Kulit, Long Gelat, Long Paka, Modang, Oheng, Touk, Tukung
21
Sulawesi Utara
Minahasa, Bantik, Bintauna, Bolaang Itang, Bolaang Mongondaw, Bolaang Uki, Borgo, Kaidipang, Mongondow, Polahi, Ponosakan, Ratahan, Sangir, Talaurd, Tombulu, Tonsawang, Tonsea, Tonteboran,Toulour
22
Sulawesi Tengah
Tomini, Toli-Toli, Bada, Bajau, Balaesang, Balantak, Banggai, Bungku, Buol, Dampelas, Dondo, Kahumamahon, Kailli, Muna, Tomia, Wakotobi, Wawonii, Kulawi
23
Sulawesi Tenggara
Mapute, Mekongga, Landawe, Tolaiwiw, Tolaki, Kabaina, Butung, Muna, Bungku, Buton, Muna, Wolio
24
Sulawesi Selatan
Mandar, Bugis, Toraja, Sa’dan, Makassar
25
Sulawesi Barat
Mandar, Mamuju, Bugis, Mamasa
26
Gorontalo
Gorontalo
27
Bali
Bali, Bali Aga
28
NTB (Nusa Tenggara Barat)
Sasak, Samawa, Mata, Dongo, Kore, Mbojo, Dompu, Tarlawi, dan Sumbawa
29
NTT (Nusa Tenggara Timur)
Sabu, Sumba, Rote, Kedang, Helong, Dawan, Tatum, Melus, Bima, Alor, Lie, Kemak, Lamaholot, Sikka, Manggarai, Krowe, Ende, Bajawa, Nage, Riung, Flores
30
Maluku
Ambon, Tobelo, Buru, Banda, Seram, Kei
31
Maluku Utara
Halmahera, Obi, Morotai, Ternate, Bacan, Tidore
32
Papua Barat
Mey Brat, Arfak, Asmat, Dani, Sentani, Biak, fak-Fak
33
papua
Sentani, Dani, Amungme, Nimboran, Jagai, Asmat, dan Tobati

Sumber : http://jamarisonline.blogspot.com, http://id.wikipedia.org/